Rabu, 02 November 2011
PERBANKAN SYARIAH
Pengertian Bank dan Syariah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan yang mengurus uang, menerima simpanan dan member pinjaman dengan memungut bunga, dan
Syariah menurut bahasa (kamus) ialah hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan, berasal dari kata syariat, berarti hukum yang tidak bias diakal-akali oleh manusia sekalipun.
Jadi Bank Syariah ialah Bank yang berfungsi sebagaimana fungsinya, namun dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan sesuai Islam.
Pengertian Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-
ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Pengertian bank syariah menurut para ahli
Schaik (2001):
Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi
risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya.
Sudarsono (2004):
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi
dengan prinsip-prinsip syariah.
Muhammad (2002) dalam Donna (2006):
adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.
Sejarah perbankan syariah
Sebelum dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 di Indonesia sudah ada jenis bank khusus yang dalam operasionalya menganut prinsip syariah yaitu Bank Muamalat
Indonesia. Dasar pendirian Bank Muamalat Indonesia ini adalah UU No.7 pasal 12 tahun 1992, yang menjelaskan tentang pengertian kredit yang di dalamnya terdapat kalimat
imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Gagasan pendirian bank berdasarkan prinsip syariah ini dimulai sejak lokakarya bank tanpa bunga yang diadakan di Cisarua, Bogor pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Ide
pertama datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), kemudian didukung dan diprakarsai oleh pejabat-pejabat penting dan pengusaha-pengusaha yang berpengalaman di bidang
perbankan, bahkan presiden R.I yang kedua saat itu juga ikut beserta Wakilnya juga ikut dan bersedia menjadi pendukung utama Bank Muamalat Indonesia ini.
Tetapi saat itu bank-bank lain yang masih bersifat konvesional tidak ada mengeluarkan suatu kebijakan tentang bank berdasarkan prinsip syariah, hal ini disebabkan tidak
adanya aturan yang dijadikan dasr untuk untuk mengatur tentang prinsip syariah dalam bank yang sudah ada, hingga dikeluarkannya UU No.10 tahun 19988 barulah bank-bank
konvensional mulai mengeluarkan kebijakan-kebijakan bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan cara membuka cabang-cabang baru.
Dengan diperbolehkannya jenis bank berdasarkan prinsip syariah, maka dalam sistem peerbankan saat ini disamping bank konvesional yang ada kita juga dapat memilih
kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah, seperti yang disebutkan dalam UU No.10 pasal 13 tahun 1998. Kegiatan bank berdasrkan prinsip syariah pada dasrnya
hanyalah merupakan perlusan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga, tetapi
atas dasar prinsip bagi hasil atau jual beli sebagaimana syariat islam. Juga diharapkan akan dapat saling melengkapi dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang terlebih
dahulu dikenal dalam sistem perbankan.
Prinsip Bank Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa Prinsip atau hukum yang dianut oleh system perbankan syariah antara lain:
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana
Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsic
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan pada Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah
Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang menjiwai bank syariah, yaitu:
1. keadilan, kesamaan dan solidaritas
2. larangan terhadap objek dan makhluk
3. pengakuan kekayaan intelektual
4. harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way)
5. tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban
6. kondisi umum dari kredit
7. dualiti risiko
Kondisi umum dari kredit meliputi:
peminjam yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi tangguh waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan terdapat beberapa
perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga spot, ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit dan ada juga yang berpendapat bahwa
hal tersebut dibolehkan untuk mengakomodasi biaya transaksi - bukan biaya dari pembiayaan di satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit(liability)
Produk Perbankan Syariah
Penghimpun Dana :
A. Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
B. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.
C. Deposito Syariah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.
Penyaluran Dana :
A. Akad Mudharabah (bagi hasil)
Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil antara kedua belah pihak
berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
B. Akad Musyarakah (penyertaan modal)
Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dnegan pembagian hasil antara kedua belah pihak
berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, jika pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing.
C. Akad Murabahah (jual beli)
Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin yang disepakati oleh para pihak, dimana pihak penjual menginformasikan harga perolehan
terlebih dahulu kepada pembeli atau konsumen.
Mudharabah berasal dari kata ARAB yang artinya memukul atau berjalan. Istilah ini biasa dipakai oleh penduduk Irak, sementara penduduk Hijaz lebih suka menggunakan
istilah qirodh atau muqaradhah. Dalam kaitannya dengan muamalah, kata dharb disini lebih tepat diartikan pada proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan
usaha. Sedangkan secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul maal dan
mudharib dengan prosentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian tersebut akan
ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian mudharib (character risk).
Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat sifat pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun segi waktu sehingga akad ini
dikategorikan sebagai Natural Uncertainty Contract (NUC). Dalam bahasa lain, produk ini disebut juga dengan Trust Financing atau Trust Investment karena kontrak ini hanya
diberikan kepada pengusaha yang benar-benar credible dan sudah teruji amanahnya. Secara skematis, akad mudharabah dapat digambarkan sebagai berikut :
jenis-Jenis Mudharabah
1. Mudharabah Mutlaqah
Jenis mudharabah ini merupakan bentuk akad yang tidak dibatasi pada jenis usaha, waktu, dan wilayah tertentu sehingga pengelola bebas untuk menentukan cara ia mengelola
modal tersebut.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan tertentu misalnya hanya boleh digunakan untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan dalam
waktu tertentu. Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat dan sempit sehingga disebut mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah).
D. Akad Salam
Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
E. Akad Istishna
Transaksi jual beli dengan cara pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Definisi Menurut Fatwa DSN MUI
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual
(pembuat/shani’)
Jenis Akad Istishna :
1. Langsung : Pemesan<->Penjual
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual
(pembuat/shani’)
2. Paralel : Pemesan ↔ Penjual ↔ subkontraktor
Akad istishna antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang
dapat memenuhi aset yang dipesan oleh pemesan. Syarat : tidak terjadi ta’alluq.
Rukun Akad Istishna
1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’)
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga.
3. Ijab kabul/serah terima
F. Akad Ijarah (sewa)
Transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau jasa, antara pemilik dan pemakaian sewa dengan hak pakai untuk mendapatkan imbalan atas obyek yang disewakan.
Transaksi terhadap suatu manfa’at tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfa’atkan dengan imbalan tertentu . Ijarah ditunjukkan untuk manfa’at atau jasa bukan materi/benda,
dapat berupa manfaat/nilai
Ijarah “Jasa” (Ijarah ‘ala al ‘amal) bukan merupakan kewajiban (fardhu ‘ain) seperti shalat, puasa. Tetapi bersifat fardu kifayah
Ijarah memiliki beberapa ketentuan:
• Kedua belah pihak memenuhi syarat hukum
• Kedua belah pihak menyatakan kerelaannya untuk melakukan ijarah dan tidak terpaksa
• Manfaat objek diketahui secara jelas
• Penyewa berhak atas manfat baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain baik dengan cara menyewakannya atau meminjamkan
• Objek Ijarah dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung
• Objek Ijarah adalah halal
Akad Ijarah Berakhir
• Objek hilang/lenyap : terbakar, faktor alam
• Habis masa waktunya
• Salah satu pihak yang wafat dapat dialihkan pada ahli warisnya
• Objek disita, pailit
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu 3:
1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut
mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.
2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya
sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut
mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.
3.
Adapun yang menjadi dasar hukum ijarah adalah :
a. Al-Qur'an surat al-Zukhruf : 32
Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagaian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagaian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
daripada apa yang mereka kumpulkan .
b. Al-Qur’an surat al-Baqarah : 233 :
Artinya : Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan
G. Akad Qaradh
Transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
REFERENSI :
http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Perbankan+Syariah/
http://hendrakholid.net/blog/2010/11/03/makalah-perbankan-syariah/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar