Minggu, 07 Oktober 2012

SARBANES OXLEY ACT (SOA)

PENGERTIAN SOA (Sarbanes Oxley Act)
SOA adalah sebuah landasan yang disahkan pada 23 januari oleh kongres Amerika Serikat. Undang-Undang tersebut dikenal sebagai Public Company Accounting and Investor Protection Act of 2002 atau undang-undang perlindungan investor dan pengaturan akuntansi perusahaan publik yang sering kali disebut SOX atau Arbox.
Untuk auditor (eksternal dan Internal), SOX merupakan sistem baru dalam proses audit perusahaan swasta, sebuah revisi atau  independensi dan level baru dari proses pelaporan audit pada perusahaan publik. Untuk manajemen perusahaan diwajibkan untuk meningkatkan jaminan terhadap konflik kepentingan, sertifikasi yang jelas atas penyimpanan dokumen penting, pelaporan internal kontrol atas laporan keuangan dan perbaikan atas kriteria pengungkapan. Untuk audit komite, SOX merupakan sebuah lanjutan dari peraturan bagi perusahaan-perusahaan publik termasuk tanggung jawab langsung untuk memantau proses audit eksternal, persetujuan awal atas seluruh jasa audit ataupun jasa bukan audit, revisi peraturan mengenai independensi dan keahlian keuangan dan pengawasan, menerima dan mencari pemecahan yang mungkin atas keluhan mengenai pelaporan keuangan perusahaan dan isu yang berasal dari hasil audit.

Tujuan SOA (Sarbanes Oxley Act) :
SOA memiliki 5 tujuan utama yaitu:
1.      Meningkatkan kepercayaan publik akan pasar modal.
2.      Menerapkan tata pemerintahan yang baik.
3.      Menyediakan akuntabilitas yang lebih baik dengan membuatmanajemen dan direksi bertanggung jawab akan laporan keuangan.
4.      Meningkatkan kualitas audit.
5.      Menempatkan penekanan yang lebih kuat pada struktur di sekitar dunia usaha untuk mencegah, mendeteksi, menginvestigasi kecurangan dan perbuatan tidak baik. 


Sejarah Sarbanes Oxley Act  (SOA)
Sarbanes-Oxley atau kadang disingkat Sox atau SOA adalah hukum federal Amerika Serikat yang ditetapkan pada 30 Juli 2002. ). Undang-undang ini merupakan suatu terobosan dan sebagai reformasi terbesar di USA khususnya dan dunia pada umumnya bagi penilaian corporate governance sejak diterbitkannya Securities Acts of 1933 and 1934, diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio) yang disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3dan oleh Senat dengan suara 99-0 serta disahkan menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush.Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Amerika Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa perusahaan besar seperti: Enron, Tyco International, Adelphia, PeregrineSystems, WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup, Computer Associates International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen danXerox, yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC.
Skandal-skandal yang menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnya harga saham perusahaan-perusahaan yang terpengaruh ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham. Semua skandal ini merupakan contoh tragis bagaimana kecurangan (fraud schemes) berdampak sangat buruk terhadap pasar, stakeholders dan para pegawai. Dengan diterbitkannya undang-undang ini, ditambah dengan beberapa aturan pelaksanaan dari Securities Exchange Commision (SEC) dan beberapa self regulatory bodies lainnya, diharapkan akan meningkatkan standar akuntabilitas perusahaan, transparansi dalam pelaporan keuangan, memperkecil kemungkinan bagi perusahaanatau organisasi untuk melakukan dan menyembunyikan fraud , serta membuat perhatian padatingkat sangat tinggi terhadap corporate governance.
Perundang-undangan ini menetapkan suatu standar baru dan lebih baik bagi semua dewan dan manajemen perusahaan publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak berlaku bagiperusahaan tertutup. Akta ini terdiri dari 11 bab atau bagian yang menetapkan hal-hal mulai dari tanggung jawab tambahan Dewan Perusahaan hingga hukuman pidana. Sarbox juga menuntut Securities and Exchange Commission (SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untuk menaati hukum ini. Saat ini, corporate governance dan pengendalian internal bukan lagi sesuatu yang mewah lagi karena kedua hal ini telah disyaratkan oleh undang-undang. Dengan diberlakukannya undang-undang Sarbanes Oxley 2002 yang ditandatangani oleh Presiden George Walker Bush pada 30 Juli 2002 diharapkan dapat membawa dampak positif bagi berbagai profesi, antara lain : akuntan publik bersertifikat (CPA); kantor akuntan publik (KAP); perusahaan yang memperdagangkan sahamnya (listed di bursa US (termasuk direksi, komisaris, karyawan, dan pemegang saham); perantara (broker); penyalur (dealer); pengacara yang berpraktik untuk perusahaan publik; investor perbankan serta para analis keuangan. Penerapan undang-undang tersebut dilatarbelakangi oleh bangkrutnya sejumlah korporasi di Amerika Serikat.

Legalisasi Sarbanes-Oxley Act (SOA)
Seperti yang telah disinggung di atas, beberapa perusahaan AS melakukan kecurangan yang sangat merugikan investor. Menurut beberapa pengamat, penyebab jatuhnya harga saham di bursa bukan karena accounting scandal semata, tetapi lebih dikarenakan keputusan bisnis yang salah (bad bussiness management). Sebagai akibat dari keputusan yang salah tersebut, kinerja perusahaan menjadi menurun dan ‘menuntut’ manajemen melakukan windowdressing untuk menutupi adanya kerugian perusahaan. Total kerugian yang harus ditanggung investor pada saat itu tercatat lebih dari US$ & triliun!. Salah satu kasus yang menyebabkan timbulnya kritik keras terhadap profesi akuntansi adalah kasus Enron yang mulai mencuat pada tahun 2001, dalam kasus ini menegaskan bahwa banyak “dysfunctional behavior” yang dilakukan oleh banyak auditor, beberapa prilaku yang sering dilakukan adalah semisal creative accounting, earning management ataukah income smoothing, di Indonesia sendiri bahkan seorang akuntan disebut dengan tukang angka.
Fenomena yang ada menyebabkan pemerintah (Amerika) mengambil tindakan yang reaktif dalam hal ini untuk melakukan pengawasan terhadap para akuntan dengan mengeluarkan UU pertanggungjawaban auditor atau yang lebih dikenal dengan nama Sarbanes Oxley Act, UU ini lahir dari kongres yang dianggotai oleh Sarbanes dan Oxley sendiri, UU tersebut ditandatangani oleh presiden George W. Bush pada tanggal 20 Juli 2002 di Washington, USA.
Beberapa hal penting yang disajikan dalam UU Sarbanes Oxley Act 2002, adalah:
1.                  Tanggungjawab perusahaan
2.                  Tanggungjawab Auditor
3.                  Pengungkapan di perluas
4.                  Analis saham harus dapat mengungkapkan kemungkinan konflik kepentingan
5.                  SEC memperluas objek reviewnya terhadap laporan keuangan perusahaan

Aktivitas SOA Pada Perusahaan
Dalam Sarbanes Oxley Act diatur tentang akuntansi, pengungkapan dan pembaharuan governance yang mensyaratkan adanya pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang hasil-hasil yang dicapai manajemen, kode etik bagi pejabat dibidang keuangan, pembatasan kompensasi eksekutif, dan pembentukan komite audit yang independen. Selain itu diatur pula mengenai hal-hal sebagai berikut:
a)      Menetapkan beberapa tanggung jawab baru kepada dewan komisaris, komiteaudit, dan pihak manajemen.
b)      Mendirikan the Public Company Accounting Oversight Board, sebuah dewanyang independen dan bekerja full-time bagi pelaku pasar modal.
c)      Penambahan tanggung jawab dan anggaran SEC (Securities Exchange Commision) secara signifikand. Mendefinisikan jasa “non - audit” yang tidak boleh diberikan oleh KAP kepada klien.
d)     Memperbesar hukuman bagi terjadinya corporate fraud (manipulasi perusahaan)
e)      Mensyaratkan adanya aturan mengenai cara menghadapi conflicts of interestf. Menetapkan beberapa persyaratan pelaporan yang baru
Dalam hal pelaporan, Sarbanes-Oxley Act mewajibkan semua perusahaan publik untukmembuat suatu sistem pelaporan yang memungkinkan bagi pegawai atau pengadu untukmelaporkan terjadinya penyimpangan. Sistem pelaporan ini diselenggarakan oleh komite audit. Perusahaan dapat menggunakan jasa pelaporan hotlines seperti ACFE’s EthicsLine. ACFE dapat membantu menyusun hotlines pengaduan yang akan menerima dan merahasiakan pengaduan,dan memberikan informasi kepada perusahaan agar dapat mengambil tindakan yang tepat. Sistemhotlines ini akan mendorong para pegawai untuk melaporkan karena mereka merasa aman daritindakan pembalasan dari yang dilaporkan, dan inilah elemen penting dan kritis bagi programpencegahan fraud yang kuat.
 Isi Ringkas SOX
Sarbanes-Oxley terdiri dari 3 sections (bagian). Section 1 merupakan bagian yang terdiri dari 11 judul, yaitu:
1.        Title I : Public Company Accounting Oversight Board
2.        Title II : Auditor Independence
3.        Title III : Corporate Responsibility
4.        Title IV : Enhanched Financial Disclosures
5.        Title V : Analyst Conflict of Interest
6.        Title VI : Commission Resources and Authority
7.        Title VII : Studies and Report
8.        Title VIII : Criminal and Fraud Accountability
9.        Title IX : White-Collar Crime Penalty Enhancements
10.    Title XI : Corporate Fraud Accountability

Adapun Section 2 merupakan DEFINITIONS terdiri dari dua sub bagian yaitu bagian a) In General (ada 16 pengertian) dan bagian b) Confirming Amandement. Ke enam belas sub bagian adalah:
1.      Appropriate state Regulatory Authority
2.       Audit
3.      Audit Committee
4.      Audit Report
5.       Board
6.       Commission
7.       Issuer
8.       Non-Audit Services
9.       Person Associated with Public Company Firm
10.   Professional Standars
11.   Public Accounting Firm
12.   Registered Public Accounting Firm
13.   Rules of The Board
14.  Security
15.  Securites Laws
16.  State

Adapun Section 3 yaitu COMMISSION RULES AND ENFORCEMENT yang terdiri dari tiga sub bagian, yaitu:
a)      Regulatory Action
b)      Enforcement
c)       Effect on Commission Authority

Adapun ringkasan isi pokok dari Sarbanes-Oxley Act adalah sebagai berikut:
Ø  Membentuk public company board untuk melakukan pengawasan terhadap public company,
Ø  Mensyaratkan salah seorang anggota komite audit adalah orang yang ahli dalam bidang keuangan
Ø  Perusahaan harus melakukan full disclosure kepada para pemegang saham berkaitan dengan transaksi keuangan yang bersifat kompleks,
Ø  Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) harus melakukan sertifikasi validitas pembuatan laporan keuangan perusahaan.
Ø  Kantor Akuntan Publik dilarang menerima tawaran jasa lainnya, seperti konsultasi, ketika sedang melaksanakan audit pada perusahaan yang sama,
Ø  Peusahaan harus mempunyai kode etik yang terdaftar pada SEC.
Ø  Mutual Fund Professional harus menyampaikan suaranya kepada wakil pemegang saham.
Ø  Memberikan perlindungan kepada individu yang melaporkan adanya tindakan menyimpang kepada pihak berwenang.
Ø  Penasihat hukum perusahaan harus mengkap adanya penyimpangan kepada pejabat senior dan kepada dewan komisaris.

SUMBER:

BASEL


BASEL I
Regulasi keuangan periode tahun 1970 - an dan 1980 - an :
Ø  Pemberian izin mendirikan lembaga keuangan
Ø  Pembatasan aktivitas yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan pada masing-masing institusi keuangan
Ø  Definisi dari rasio-rasio pada neraca dan persyaratan giro wajib nimimum atau menjaga tingkat aktivasi yang harus disediakan dalam obligasi  pemerintah

Munculnya permasalahan:
Lemahnya bank sentral disebabkan oleh antara lain :
§  Fungsi dari lender of the last resort
§  Masalah krisis likuidasi
§  Krisis solvency

Regulasi :
Pertengah tahun 1970-an mulai menetapkan pendekatan pada pengawasan dengan prinsip kehati-hatian – prudential supervisor
Prudential supervisor :
·         Lembaga keuangan secara signifikansi harus mengukur sendiri performa berdasarkan hasil atau return yang ingin dicapai dan tingkat risiko yang sanggup ditanggung dengan tujuan akhir mencapai return yang diinginkan
·         Era globalisasi terus berkembang, era globalisasi ini telah memasuki pasar uang, pasar modal, dan pasar komoditi yang dalam penerapannya membutuhkan suatu norma prudential yang dapat diberlakukan secara internasional dan dapat diimplementasikan secara konsisten pada semua negara
Penetapan Basel 1:
1.      Secara internasional dibutuhkan suatu keragaman regulasi secara global atau internasional yang akan menjadi suatu acuan bagi regulator pada masing-masing Negara.
2.      Pandangan dan pemikiran ini yang menjadi dasar munculnya kesepakatan Basel – basel accord

Kesepakatan Basel 1
1.      Pada tahun 1974 dicetuskan komite basel – the basel committee
2.      Fungsi untuk pengawasan dibidang perbankan.
3.      pembentukan komite basel diprakarsai oleh gubernur bank sentral the group of ten (G10)

Tujuan utama Pengembangkan Kesepakatan Basel I
1)      Meningkatkan kekuatan dan stabilitas dari sistem perbankan internasional
2)      Untuk menciptakan kerangka pengukuran kecukupan modal dari bank yang aktif secara internasional.
3)      Untuk membentuk kerangka yang dapat diaplikasikan secara konsisten dengan berpandangan untuk mengurangi ketidaksertaan dalam persaingan – competitive inqualities – antara bank – bank yang aktif secara internasional.

Konsep Kesepakatan Basel 1
Pengukuran kecukupan modal menurut kredit didasari oleh beberapa kalkulasi terdiri dari :
1)      Bobot risiko aktiva dan bobot risiko
2)      Penyertaan dengan risiko kredit
3)      Target rasio modal dan kalklasi modal yang memenuhim syarat
4)      Kecukupan hasil pada modal yang memenuhi syarat
5)      Struktur modal

Basel 1 dan Amandemen tahun 1996
·         Tahun 1990 muncul masalah risiko pasar
·         Komite Basel mempublikasikan the market risk amendement to the original accord pada bulan Januari 1996
·         Komite Basel menganjurkan penggunaan model-model risk based pricing dalam menanggulangi risiko pasar

Komite Basel Mengembangkan Amandemen Risiko Pasar Dengan pendekatan dua jalur – twin track approach, terdiri dari :
·         Metode pengukuran standar – Standardized measurenment method
·          Pendekatan model internal – Internal model approach Metode Pengukuran Standar
·         Sebuah standarisasi kerangka untuk pengukuran kuantitatif risiko pasar dan kalkulasi modal mendukung adanya kalkulasi risiko pasar yang berlaku bagi semua bank umum

Persyaratan kecukupan modal tergantung pada :
·         Risiko suku bunga dan harga ekuitas pada trading book
·         Risiko nilai tukar, logam barharga dan komoditas pada seluruh aktivitas bank

Pendekatan model internal
Ø  Komite Basel menyarankan bank sentral setiap negara sebagai lembaga yang menyetujui penggunaan pendekatan model internal
Ø  persyaratan bagi bank umum yang ingin menggunakan model internal
Ø  Bank harus memiliki staf yang mampu menjalankan sistem yang terkait dengan model internal
Ø  Bagian terkait harus memiliki infrastruktur electronic data processing – EDP
Ø  Model agregasi risiko dibuat dengan konsep yang jelas dan dapat diaplikasikan
Ø  Ketepatan pengukuran dari model agregasi risiko harus dipenuhi


Kelemahan Kesepakatan Basel I:
a)      Pendekatan portofolio belum diakomodasi
b)      Netting belum diizinkan
c)      Eksposur risiko pada pada Basel I diregulasi secara samar-samar
d)     Pendekatan Basel I memberikan  pembobotan pada bobot risiko aktiva yang sama terhadap semua pinjaman korporat tanpa memperdulikan peringkat kredit dari debitur
BASEL II
Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua, sebagai penyempurnaan Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan untuk menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan regulator perbankan untuk membuat ketentuan berapa banyak modal yang harus disisihkan bank sebagai perlindungan terhadap risiko keuangan danoperasional yang mungkin dihadapi bank.
Pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional seperti ini dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional terhadap masalah yang mungkin timbul sewaktu runtuhnya bank-bank utama atau serangkaian bank. Dalam praktiknya, Basel II berupaya mencapai hal ini dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko dan modal yang ketat yang dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank memiliki cadangan modal yang cukup untuk risiko yang dihadapinya karena praktik pemberian kredit dan investasi yang dilakukannya. Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa semakin besar risiko yang dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang dibutuhkan bank untuk menjaga likuiditas bank tersebut serta stabilitas ekonomi pada umumnya.

Kesepakatan Basel II
Ø  Dalam the market risk amendement in 1996 mengizinkan bank  menggunakan model internal untuk mengukur risiko kredit
Ø  Komite Basel pada tahun 1999 meningkatkan kerja sama dengan bank utama dari Negara anggota dalam mengembangkan kesepakatan modal yang baru (capital accord).
Ø  Kenal dengan nama Kesepakatan Basel II

Basel II Mencapai Tujuan:
§  Menggunakan tiga pilar untuk keseimbangan antara modal yang sesuai persyaratan dengan modal ekonomis.
§  Mendorong integrasi pengukuran risiko ke dalam proses manajemen
§  Mencapai sensitivitas risiko kredit yang lebih tinggi
§  Menciptakan flesibilitas dalam memilih pendekatan dalam penetapan modal sesuai dengan persyaratan
§  Membuat metode pengukuran risiko yang dinamis dalam penetapan modal sesuai dengan persyaratan
§  Mengadopsi teknik perhitungan risiko yang lebih canggih untuk diterapkan
§  Menerapkan tambahan modal eksplisit bagi risiko operasional dan risiko lain-lain dan kemudian mengurangi kebutuhan akan adangan modal.
§  Menjaga agar persaingan kebutuhan ekuitas antara bank dan lembaga keuangan lain.

Regulasi Tiga Pilar :
Basel II mengusung konsep "tiga pilar" yaitu persyaratan modal minimum, tinjauan pengawasan, serta pengungkapan informasi. Basel I sebelumnya hanya memperhatikan sebagian dari masing-masing pilar ini. Misalnya, Basel I hanya memperhitungkan risiko kredit secara sederhana, mempertimbangkan sedikit risiko pasar, serta sama sekali tidak menangani risiko operasional.
Pilar pertama berkaitan dengan pemeliharaan persyaratan modal (regulatory capital) yang diperhitungkan untuk tiga komponen utama risiko yang dihadapi bank: risiko kredit, risiko pasar, serta risiko operasional. Jenis risiko lain tidak dianggap layak diperhitungkan pada tahap ini. Risiko kredit dapat dihitung dengan tiga cara yang berbeda tingkat kerumitannya, yaitu pendekatan standar (standardized approach), Foundation IRB (internal rating-based), dan Advanced IRB. Risiko operasional dihitung dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan dasar (basic indicator approach, BIA), pendekatan standar (standardized approach, STA), serta advanced measurement approach (AMA). Sedangkan pendekatan yang biasanya dipilih untuk perhitungan risiko pasar adalah pendekatan VaR (value at risk).
Pilar kedua menangani tanggapan pengawasan terhadap pilar pertama yang memberikan perkakas lanjut bagi pengawas. Pilar ini juga memberikan suatu kerangka kerja untuk menangani semua risiko lain yang mungkin dihadapi bank, seperti risiko sistemik, risiko pensiun, risiko konsentrasi, risiko strategik, risiko reputasi, risiko likuiditas, serta risiko hukum, yang digabungkan menjadirisiko residu.
Pilar ketiga memperbesar pengungkapan yang harus dilakukan bank. Ini dirancang untuk memberikan gambaran yang lebih baik bagi pasar mengenai posisi risiko menyeluruh bank dan untuk memberikan kesempatan bagi pihak terkait dari bank untuk memberikan harga dan menangani risiko tersebut dengan sepantasnya.

Kesepakatan Basel II
v  Pilar 1 – Kewajiban penyediaan modal minimum
v  Pilar 2 – Tinjauan berdasarkan regulasi
v  Pilar 3 – Disiplin pasar yang efektif

Pilar 1 – Kewajiban penyediaan modal minimum
Dalam pilar 1 ini bank diminta untuk mengkalkulasi modal minimum untuk :
a)      Risiko kredit
b)      Risiko pasar dan
c)      Risiko operasional
Pilar 2 – Tinjauan berdasarkan regulasi
a)      Mengenai proses tinjauan berdasarkan regulasi  supervisory review yang dimaksud untuk diformalkan oleh pembuat kebijaksanaan dengan berdasarkan pada praktek terbaik (best practice) yang berlangsung.
b)      Mencakup tinjauan pengawasan yang  mirip dengan pengawasan berdasarkan risiko dari Federal Reserve Board di Amerika Serikat dan Financial Services Authority di Inggris

BASEL III
Basel III merupakan pilar pokok reformasi sektor keuangan global. Krisis global memberikan pelajaran bahwa rejim pengaturan permodalan bank Basel II dipandang masih memiliki beberapa kelemahan utama yaitu:
a)      Bersifat prosiklikal (procyclicality) dimana permodalan bank cenderung untuk mengikuti siklus perekonomian. Modal dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (provisioning) cenderung untuk relatif rendah pada saat ekonomi stabil. Sebaliknya, keduanya diwajibkan (by regulation) untuk meningkat pada saat kondisi perekonomian memburuk;
b)      Akibat dari butir a), intermediasi menjadi sangat terhambat pada saat krisis. Sebaliknya kredit dapat tumbuh secara berlebihan pada saat perekonomian tumbuh tinggi;
c)      Beberapa ruang lingkup aplikasi masih komponen risiko tidak termasuk dalam pengaturan Basel II, antara lain modal untuk memitigasi counterparty credit risk dan likuditas.
d)     Due diligence sangat tergantung pada external credit rating agency. Diketahui bahwa credit rating agency memiliki konflik kepentingan.

Terkait dengan hal tersebut, para pemimpin G-20 segera melakukan beberapa tindakan. Sesuai komunike Leaders Meeting G-20 di Washington (WAP), BCBS ditugaskan untuk melakukan penyempurnaan rejim pengaturan permodalan, memitigasi procyclicality, serta memperkuat standar pengaturan likuiditas secara global. Agenda ini sering disebut sebagai Basel III.
Garis besar agenda Basel III adalah sebagai berikut:
1)      Peningkatan kualitas tier 1 capital salah satunya melalui persyaratan predominant common equity pada tier 1 capital, simplifikasi tier 2 capital serta penghapusan modal tier 3 dan modal inovatif tier 1;
2)      Mitigasi procyclicality melalui usulan countercyclical capital framework meliputi usulan penerapan forward looking provisioning, persyaratan capital conservation buffer dan countercyclical capital buffer;
3)      Penerapan leverage ratio sebagai ukuran untuk membatasi pembentukan leverage di sektor perbankan;
4)      Peningkatan persyaratan permodalan untuk eksposure counterparty credit risk (CCR);
5)      Penerapan global liquidity standards yang akan mensyaratkan penerapan dua rasio likuditas standard yaitu liquidity coverage ratio (untuk melihat stabilitas likuditas jangka pendek) dan net stable funding ratio (untuk melihat stabilitas likuiditas jangka panjang) serta usulan penerapan empat liquidity monitoring tools; serta
6)      Revisi framework Basel II untuk pilar 1, 2 dan 3 yang terutama terkait dengan perlakuan dan persyaratan modal dan bobot risiko yang lebih tinggi untuk transaksi trading book, derivative dan sekuritisasi.
Kesepakatan yang telah dicapai dalam peningkatan kualitas permodalan dan likuiditas lembaga keuangan secara global adalah sebagai berikut:
a)      Menyepakati penyempurnaan kriteria kualitas persyaratan modal dengan diperkenalkannya pre-dominant common equity modal tier 1.
b)      Menyepakati ditingkatkannya minimum common equity dari 2% menjadi 4.5% serta minimum level tier 1 dari 4% menjadi 6%.
c)      Menyepakati penerapan conservation buffer (2.5%) dan countercyclical capital buffer (0-2.5%).Countercyclical capital buffer diterapkan jika terjadi pertumbuhan kredit yang berlebihan.
d)     Menyepakati penyempurnaan risk coverage yaitu dengan memperketat persyaratan modal untuk eksposurtrading book, sekuritisasi, off-balance sheet vehicles dan counterparty credit risk
e)      Menyepakati penerapan leverage ratio sebesar 3% sebagai non-risk based “backstop” untuk membatasi pembentukan leverage di sektor perbankan. Leverage ratio dapat bermigrasi ke Pilar 1 berdasarkan jika hasil kalibrasi dan review menyimpulkan hal tersebut;
f)       Menyepakati penerapan standar likuiditas internasional yaitu Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) serta penerapan tools untuk memantau risiko likuiditas
g)      Kerangka permodalan Basel III dan kerangka likuiditas akan mulai diterapkan pada Januari 2013 secara bertahap hingga implementasi penuh pada Januari 2019.
h)      BCBS telah menyempurnakan kerangka Pilar 2 – Supervisory Review Process yang meliputi firm-wide governance, manajemen risiko konsentrasi, eksposur sekuritisasi, stress testing, praktek valuasi dan eksposur off-balance sheet. Selain itu telah pula diterbitkan berbagai panduan seperti panduan sound compensation practices, corporate governance dan supervisory colleges. Anggota BCBS termasuk Indonesia diharapkan dapat secepatnya mengadopsi perubahan ini.
i)        BCBS telah menyempurnakan panduan Pilar 3 meliputi disclosure eksposur sekuritisasi, sponsorship dari off-balance sheet vehicles.
j)        BCBS telah memfinalisasi panduan disclosure mengenai risiko dan praktek kompensasi, serta ke depan akan menyempurnakan panduan disclosure untuk kerangka permodalan dan likuiditas Basel III.


SUMBER :