Pengertian Auditing
Auditing
berasal dari bahasa latin, yaitu ”audire” yang berarti mendengar atau
memperhatikan. Mendengar dalam hal ini adalah memperhatikan dan mengamati
pertanggungjawaban keuangan yang disampaikan penanggung jawab keuangan, dalam
hal ini manajemen perusahaan. Pada perkembangan terakhir sesuai dengan
perkembangan dunia usaha, pendengar tersebut dikenal dengan auditor atau
pemeriksa. Sedangkan tugas yang diemban oleh auditor tersebut disebut dengan
”auditing”.
Dari definisi diatas dapat
diketahui tiga sasaran pokok pemeriksaan yaitu:
1.
Pemeriksaan atas pengawasan intern
2.
Pemeriksaan
atas catatan keuangan
Catatan keuangan meliputi catatan yang memuat satuan uang
seperti faktur pembelian, faktur penjualan, bukti penerimaan uang, daftar gaji,
buku harian, buku besar, buku tambahan dan lain sebagainya.
3.
Pemeriksaan
atas catatan lain
Catatan lain meliputi seluruh catatan diluar catatan
keuangan seperti anggaran dasar, notulen rapat, data statistik dan sebagainya.
Auditing / pemeriksaan
akuntansi bertujuan
memberikan
nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena tujuan akhir auditing
adalah memberikan pendapat mengenai kewajaran posisi keuangan suatu perusahaan.
Auditing merupakan salah satu bentuk atestasi.
Atestasi adalah merupakan suatu komunikasi
tertulis yang menjelaskan suatu kesimpulan mengenai realibilitas dari asersi
tertulis yang merupakan tanggung jawab dari pihak lainnya. Disamping itu
auditing juga merupakan salah satu bentuk jasa assurance (Agoes, 2004).
Sebagai Ilmu pengetahuan,
pengertian auditing sendiri telah dirumuskan oleh beberapa akademisi.
Stamp dan Moonitz (1978),
dalam Suharli (2000), mendefinisikan :
“An Audit is an independent, objective and
expert of a set of financial statements of an entity along with all necessary
suporting evidence. It is conducted with a view to expressing an informed and
credible opinion, in a written report as to wether the financial position and
progress of the entity/fairly, and in accordance with generally accepted
accounting principles.”
Definisi
ini dapat diartikan : audit adalah pengujian yang independen, objektif dan
mahir atas seperangkat laporan keuangan dari suatu perusahaan beserta dengan
semua bukti penting yang mendukung. Hal ini diarahkan dengan maksud untuk
menyatakan pendapat yang berguna dan dapat dipercaya dalam bentuk laporan
tertulis, seperti apakah laporan keuangan menggambarkam posisi keuangan
kemajuan dari suatu perusahaan secara wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
Lain halnya Konrath (2002)
melihat audit sebagai suatu proses sistematik dalam memperoleh dan mengevaluasi
asersi manajemen. Beliau mengungkapkan :
“Auditing is a systematic process of
objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about
economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between
those assertions and established criteria and communicating the result to
interested users.”
Arens et. al. (2003) melihat
audit dari pelaksana yang digambarkan sebagai pihak yang kompeten dan
independen. Mereka mengungkapkan : “Auditing is the accumulation and evaluation
of evidence about information to determine and report on the degree of
correspondence between the information and established criteria. Auditing
should be done by a competent, independent person.”
Sedangkan, menurut
Tuanakotta (1982) adalah: Pemeriksaan akuntan (auditing) pada dasarnya
mempunyai bentuk analitis yakni memecah-mecah atau menguraikan informasi yang
ada dalam ikhtisar keuangan untuk mencari pembuktian yang dapat mendukung
pendapat akuntan mengenai kelayakan penyajian informasi tersebut.
Dari berbagai definisi
diatas, terdapat beberapa karakteristik dalam pengertian auditing yaitu :
o
Informasi yang dapat diukur dan kriteria yang telah
ditetapkan
Dalam proses pemeriksaan,
harus ditetapkan kriteria- kriteria informasi yang diperlukan dan informasi
tersebut dapat diverifikasi kebenarannya untuk dijadikan bukti audit yang
kompeten.
o
Entitas Ekonomi (Economy Entity)
Proses pemeriksaan harus
jelas dalam hal penetapan kesatuan ekonomi dan periode waktu yang diaudit.
Kesatuan ekonomi ini sesuai dengan Entity Theory dalam Ilmu Akuntansi yang
menguraikan posisi keuangan suatu perusahaan terpisah secara tegas dengan
posisi keuangan pemilik perusahaan tersebut.
o
Aktivitas Mengumpulkan dan Mengevaluasi Bahan Bukti
Proses pemeriksaan selalu
mencakup aktivitas mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang dianggap kompeten
dan relevan dengan proses pemeriksaan yang sedang dilakukan. Diawali dari
penentuan jumlah bukti yang diperlukan sampai pada proses evaluasi atau
penilaian kelayakan informasi dalam pencapaian sasaran kegiatan audit.
o
Independensi dan Kompetisi Auditor Pelaksana
Auditor pelaksana harus
mempunyai pengetahuan audit yang cukup. Pengetahuan (knowledge) itu penting
untuk dapat memahami relevansi dan keandalan informasi yang diperoleh. Selanjutnya
informasi tersebut menjadi bukti yang kompeten dalam penentuan opini audit. Agar
opini publik tidak biasa maka pihak auditor dituntut untuk bersikap bebas
(independen) dari kepentingan manapun. Independensi adalah syarat utama agar
laporan audit objektif.
o
Pelaporan Audit
Hasil aktivitas pemeriksaan
adalah pelaporan pemeriksaan itu. Laporan audit berupa komunikasi dan ekspresi
auditor terhadap objek yang diaudit agar laporan atau ekspresi auditor tadi
dapat dimengerti maka laporan itu harus mampu dipahami oleh penggunanya. Artinya
laporan ini mampu menyam
STANDART AUDITING
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang
ditetapkan dan disahkan oleh Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum,
standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya.
Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing
terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di
dalam standar auditing.
Di Amerika Serikat,
standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards
(GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants
(AICPA)
Pernyataan standard auditing
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari
masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. PSA berisi
ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam
melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI
ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk di dalam PSA adalah Interpretasi
Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang
dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI
dalam PSA. Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau
keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga
merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi
ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya
bersifat wajib.
Standar umum
1.
Audit harus
dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.
2.
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Standar pekerjaan lapangan
1. Pekerjaan harus direncanakan
sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern
harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi
sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang
diaudit.
Standar pelaporan
1. Laporan
auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Laporan auditor harus menunjukkan
atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan
keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan
auditor.
4.
Laporan
auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika
pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor.
paikan tingkat kesesuaian antara informasi yang
diperoleh dan diperiksa dengan kriteria yang telah ditetapkan.
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar